Tuesday, December 16, 2008

Langsing Sehat Berkat Puasa


Beruang makan sebanyak-banyaknya lalu tidur selama musim dingin dan terjaga kala musim semi, namun tetap dengan tubuh gempalnya. Kupu-kupu berawal dari ulat gendut yang secukupnya menyantap dedaunan, menyelimuti tubuh menjadi kepompong. Keduanya berpuasa namun beda hasil.

Nah, puasa Ramadhan kali ini Anda ingin jadi beruang atau kupu-kupu?

Sampai kini belum ada jawaban pasti, manakah cara penurunan berat badan terbaik, teraman, dan bisa dipertahankan dalam jangka lama. Badan Kesehatan Dunia (WHO), Satgas Obesitas International (IOTF - International Obesity Task Force), dan Institut Jantung, Paru-paru, Darah Nasional (NHLBI) Amerika Serikat sepakat bahwa penurunan berat badan adalah terapi jangka panjang dengan disertai olahraga dan perubahan perilaku. Tapi, dengan memimpikan metamorfosis kupu-kupu tadi, kita bisa menurunkan berat badan dalam jangka sebulan! Asalkan disiplin!

Registrasi Kontrol Berat Badan Nasional (NWCR) di Amerika Serikat mengumpulkan data lebih dari 4.000 orang yang mampu menurunkan berat badan lebih dari 13 kg dan mempertahankannya lebih dari lima tahun. Pola khas makan mereka yaitu rendah lemak (24% dari asupan kalori), asupan karbohidrat cukup tinggi dan rendah kalori 1.300 - 1.500 Kalori/hari (Kalori = kilo kalori, Red.). Kebanyakan dari mereka teratur sarapan, memantau berat badan sendiri secara berkala dan giat bergerak.

Faktor penyebab utama kegemukan yang bisa diubah yaitu asupan kalori berlebihan. Kalau kita mengurangi 500 - 1.000 Kalori/hari dari asupan rata-rata harian, berat badan akan turun 0,5 - 1 kg/hari. Dengan asupan makanan rendah kalori, 1.250 Kalori/hari, kita dapat menurunkan berat badan 0,5-0,6 kg/minggu. Sekadar mengingatkan, pola makan sehat itu rendah lemak, rendah kalori atau karbohidrat, dan tinggi serat. Rasanya, puasa Ramadhan bisa kita jadikan momentum yang tepat untuk memulai kebiasaan baru, makan dengan menu rendah kalori.

Ganti ragam menu

Dengan berpuasa, pola makan kita berubah dari tiga kali sehari (sarapan, makan siang, dan makan malam) menjadi dua kali (sahur dan buka). Namun, perubahan pola makan ini tidak ada artinya kalau jumlah asupan kalori harian tetap seperti biasa. Hanya karena takut kehabisan energi, saat sahur makan berlebihan. Padahal terlalu banyak makan justru memicu keluarnya hormon insulin berlimpah yang akan mengangkut gula darah ke seluruh jaringan tubuh guna diubah menjadi glikogen atau lemak yang juga berlebih. Celakanya kelebihan lemak ini sukar diuraikan menjadi gula darah kembali. Bukan tambah segar kita justru kian lesu.

Akan tetapi jangan lantas berpikir untuk tidak makan sahur karena berharap penurunan berat badan lebih banyak dan cepat. Laiknya sarapan, sahur amat perlu untuk mengimbangi zat gizi yang tak diperoleh tubuh selama sehari berpuasa. Hidangan sahur bisa menjadi cadangan kalori dan protein tinggi sehingga lambung tak menjadi cepat mengalami hampa makanan. Rasa lapar pun tak cepat terasa.

Puasa bisa menjadi momentum khusus bagi tubuh untuk mengambil cadangan energi dari kelebihan konsumsi karbohidrat (kalori) yang disimpan dalam glikogen otot, hati, dan lemak. Giliran pertama jatuh pada glikogen otot, yang bertahan 24 - 28 jam dalam tubuh. Setelah habis, gula darah menurun tapi segera diambil alih oleh gula darah dari glikogen hati berkat bantuan hormon adrenalin. Lalu, masih ada cadangan lemak dan protein yang masih memadai sampai tiba saat berbuka. Jadi, jangan khawatir kekurangan energi.

Untuk memperoleh asupan 1.300 - 1.500 Kalori/hari, tak perlu repot mengetahui kandungan kalori setiap jenis makanan. “Juga tak perlu drastis mengubah menu makanan harian,” kata dr. Johanes C., MND, Sp.GK (Master of Nutrition and Dietetics, Spesialis Gizi Klinik) dari Melinda Hospital, Bandung. Cukup ganti ragam menu dan cara mengolahnya, serta kurangi jumlahnya.
Mengurangi jumlah kalori bisa diakali dengan mengganti wadah. Bila Anda penggemar kolak, tak usah memaksa diri tidak menyantapnya. Hanya, jika kolak biasanya diwadahi mangkuk bakso, ganti wadahnya dengan mangkuk puding. Jangan tandaskan kuah manisnya, karena bagian itulah yang mengandung kalori tertinggi yang berasal dari santan dan gula.

Mengganti ragam dan cara pengolahan juga bisa kita lakukan. Misalnya, mengganti nasi goreng atau uduk dengan nasi putih. Bebas minyak dan santan! Akan lebih baik jika menggantinya dengan nasi merah karena tinggi serat. Hindari makanan kaya lemak seperti daging kaki, buntut, dan iga. Kita tetap boleh mengonsumsi makanan tinggi protein, tapi lemak harus dikurangi. Toh lemak tak bikin kita kenyang.

“Makanlah buah iris, jangan sari buah (juice). Bila dimakan dalam bentuk aslinya, kita cukup menyantap satu buah jeruk (75 g), bandingkan bila diperas yang memerlukan empat jeruk untuk membuat segelas sari jeruk. Belum lagi gulanya yang menambah kalori. Lagi pula, serat asli lebih baik dari serat terlarut,” saran dr. Johanes.

Soal minumnya, juga bisa dilakukan perubahan. Misalnya, ganti soft drink dengan air bening atau teh manis dengan teh tawar.

Pola pikir ganti dan kurangi tadi berlaku pula saat buka puasa bersama. Biasanya, dalam kesempatan ini beragam menu lezat di hidangkan. Namun, jangan tergoda jika tidak ingin upaya penurunan berat badan gagal. Bila ada beragam lauk macam telur balado, ayam goreng, atau ikan bakar, pilih satu jenis saja. Pilihlah potongan atau keratan terkecil.

Khusus wanita, ada ujian disiplin menjalankan pola makan baru ini. Yaitu saat mendapat cuti puasa karena haid. Tetaplah taati menu seimbang gizi, rendah kalori dan lemak, serta tinggi serat, baik saat sarapan, makan siang, maupun makan malam. Kalaupun kebiasaan ngemil tak bisa disetop, gantilah kue kering atau bolu sarat mentega dan gula dengan satu buah ukuran sedang atau sepotong ubi atau pisang kukus.

Berolahragalah

Seandainya dengan perubahan pola makan itu berat badan masih juga tidak turun setelah sebulan penuh berpuasa, pasti ada sesuatu yang kurang. Apakah aktivitas fisik kita berkurang cukup signifikan selama puasa? Bagi Anda yang terbiasa berolahraga secara rutin, apakah selama bulan puasa Anda justru berhenti berolahraga? Kalau jawabannya ya, itulah penyebabnya. “Walau asupan makan berkurang, olahraganya jangan berhenti,” ujar dr. Michael Triangto, Sp.KO (Spesialis Kedokteran Olahraga) dari Slim+Health Sports Therapy.

Jalan-jalan di seputar lingkungan rumah sehabis sahur atau shalat subuh tak bisa menggantikan olahraga rutin kita. “Pilihlah olah raga aerobik dengan intensitas ringan, berulang-ulang dalam waktu panjang macam jalan cepat, lari-lari kecil (joging), bersepeda, atau berenang. Pilihlah waktu sekitar setengah jam menjelang berbuka,” saran dr. Michael.

Bila belum terbiasa berolah raga setiap hari, lakukanlah secara bertahap. Misalnya, jalan kaki 2 - 3 kali seminggu selama 30 menit. Pilih waktunya sekitar satu jam sebelum berbuka, sehingga ketika berkeringat, segera tergantikan saat berbuka. Atau, 2 - 3 jam setelah berbuka pertama agar terhindar dari kekurangan cairan dan gula darah.

Aktif bergerak juga bisa diartikan menambah kegiatan keseharian lebih dari biasanya. Ada semacam tradisi tahunan di sini, seminggu sebelum dan sesudah Lebaran, pembantu rumah tangga cuti mudik. Manfaatkanlah masa itu untuk beraktivitas. Mencuci baju, menyiram tanaman, mengepel lantai, atau mencuci mobil merupakan sebagian kegiatan yang bisa kita lakukan sembari menunggu saat berbuka puasa. Kita bisa berbagi tugas itu bersama anggota keluarga lain.

Dari sahur dan berbuka dengan wajar saja (konsumsi kalori akan berkurang 20 - 30% ) berat badan bisa turun sampai 5%. Nah, ditambah dengan acara keluar keringat tadi, tentu semakin besar penurunan berat badan. Tak perlu khawatir akan kehabisan energi, sebab penelitian menunjukkan, tubuh manusia dapat bertahan tanpa makan selama dua minggu asal tetap minum atau masih bisa hidup selama seminggu tanpa minum.

Berbekal tekad bulat, kita bisa memperpanjang pengurangan kalori dengan target penurunan berat badan 5 - 10% dalam tempo enam bulan. Untuk jangka panjang, berat badan bisa dipertahankan turun dan tidak naik lagi atau mengalami efek yoyo. Semua berawal dari puasa. (Christantiowati)-Kompas

No comments:

Post a Comment