Tuesday, December 16, 2008

"Carbohydrate Blocker", Cara Lain Mengatasi Kegemukan

SEJENIS protein dari kacang-kacangan (kidney beans) telah berhasil diisolasi dan diberi nama phaseolamin. Protein ini diketahui mampu mengikat dan menghambat kerja enzim amilase sehingga pemecahan pati (karbohidrat) menjadi komponen yang lebih kecil dapat ditekan. Temuan penting ini menjadi perhatian ahli gizi, terutama dikaitkan dengan dampaknya terhadap kesehatan bagi yang mengonsumsinya.

Dalam Ournal of Nutrition (2001) peneliti Jepang tertarik untuk mengamati touchi, yaitu makanan tradisional yang telah dikonsumsi sejak lama oleh masyarakat China. Touchi dibuat dari kedelai yang difermentasi dengan mikro-organisme Aspergillus sp. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa touchi mampu menghambat kerja enzim glukosidase. Enzim ini bertanggung jawab dalam pemecahan glukosa pada tahap akhir di usus halus.

Ketika kita mengonsumsi pangan sumber karbohidrat seperti nasi, jagung, umbi-umbian, dan sagu, maka proses pencernaannya diawali di mulut. Saliva adalah enzim pertama di mulut kita yang memulai kerjanya memecah karbohidrat. Enzim berikutnya yang membantu adalah amilase yang dikeluarkan oleh kelenjar pankreas. Hasil dari kerja enzim ini terbentuklah karbohidrat yang lebih sederhana, yaitu oligosakarida dan disakarida. Maltosa dan sukrosa (disakarida) akan memasuki saluran cerna berikutnya dan dipecah oleh enzim glukosidase menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa) untuk kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.

Dengan kemampuannya menghambat aktivitas glukosidae, maka ekstrak touchi akan mengurangi laju pencernaan dan penyerapan maltosa dan sukrosa di usus halus sehingga glukosa darah dan insulin juga tak bakal melonjak tinggi. Mekanisme kontrol terhadap gula darah sebagaimana ditunjukkan oleh ekstrak touchi ini telah dibuktikan pada hewan percobaan maupun pada manusia, dan menjadi salah satu alternatif dari upaya terapeutik bagi orang-orang dengan kadar gula abnormal.

Kombinasi ekstrak dari kidney beans dan kedelai akan menghasilkan carbohydrate blocker yang lebih efisien karena komponen ini melakukan penghambatan pemecahan karbohidrat pada dua fase, yaitu fase pemecahan polisakarida menjadi disakarida dan fase disakarida menjadi monosakarida. Dengan mengurangi laju pemecahan karbohidrat, maka seseorang akan lebih lama merasa kenyang dan tidak tergoda untuk makan atau ngemil dalam rentang waktu yang pendek.

Kemampuan carbohydrate blocker untuk mencegah naiknya kadar insulin dapat berdampak positif bagi kesehatan. Sebagaimana diketahui bahwa deposisi lemak tubuh lebih mudah terjadi dengan adanya insulin. Insulin sesungguhnya juga akan mengurangi kemampuan tubuh untuk memetabolisme lemak sehingga lemak menjadi kurang tercerna dengan baik.

Istilah carbohydrate blocker mungkin agak membingungkan. Kalau benar sifatnya memblokir (blocking), tubuh kita akan kekurangan karbohidrat sebagai salah satu gizi penting penghasil energi. Namun, bila kenyataannya hanya menurunkan laju pencernaan karbohidrat, hal ini yang mungkin diinginkan bagi orang-orang tertentu seperti penderita obesitas.

Dalam uji laboratorium diketahui bahwa carbohydrate blocker ada yang mampu mencegah pemecahan karbohidrat senilai 1.600 kalori. Dalam tubuh manusia yang sistem kerjanya lebih kompleks diperkirakan karbohidrat yang akan dihambat pemecahannya hanya senilai 500 kalori. Sistem pencernaan di dalam tubuh manusia melibatkan unsur yang beraneka ragam, seperti enzim-enzim pemecah karbohidrat, lemak, maupun protein. Selain itu, orang pada umumnya mengonsumsi lebih dari satu jenis makanan dan bukan hanya karbohidrat. Sekali makan, kita memasukkan bermacam-macam gizi maupun zat non-gizi ke dalam tubuh termasuk serat.

Bagi orang-orang yang sedang mengikuti pengobatan dengan insulin hendaknya tidak mengonsumsi carbohydrate blocker karena akan mengurangi efektivitas pengobatan yang sedang dijalankan. Carbohydrate blocker bertindak seperti senyawa antihiperglisemik.

Pada orang yang sehat pemecahan karbohidrat dapat berjalan dengan normal dan efisien sampai diperoleh hasil akhir, yakni monosakarida yang kemudian diserap di usus halus. Keseimbangan konsumsi sehari-hari akan menyebabkan karbohidrat yang telah dipecah ini dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi tubuh. Namun, sebagian orang terkadang mengonsumsi karbohidrat terlalu banyak dan ini dijadikan sebagai pola makan sehari-hari. Pada akhirnya orang-orang yang biasa makan banyak ini ibarat menabung kalori yang kemudian dikonversi dalam bentuk perlemakan tubuh dan muncullah masalah kegemukan.

Di zaman modern ini, selera makan semakin dimanjakan. Tanpa pemahaman yang baik tentang pola makan seimbang, maka makanan akan menjadi pemicu kegemukan dan mendorong munculnya berbagai penyakit. Di negara-negara yang sudah makmur, pola makan tak seimbang dicirikan terutama oleh kontribusi lemak dan gula yang tinggi. Lemak umumnya diperoleh dari pangan hewani dan produk turunannya yang secara relatif dianggap murah bagi mereka yang hidup berkecukupan. Pangan tinggi gula (yang sekaligus tinggi kalori) diperoleh dan dikonsumsi dalam bentuk biskuit, cokelat, es krim, dan produk snack lainnya.

Amerika adalah negara dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sangat baik. Konsumsi makanan mereka umumnya telah memenuhi bahkan melebihi standar gizi. Itu sebabnya populasi orang gemuk kini merebak di Amerika.

Orang Amerika mengonsumsi produk pangan hewani dalam jumlah besar. Mereka bisa minum susu setiap hari, makan telur 314 butir setiap tahun (catatan: orang Indonesia hanya makan telur 50 butir setahun), dan banyak makan daging. Kita dengan mudah menjumpai restoran steak di setiap kota di Amerika. Porsi steak di setiap kota di Amerika. Porsi steak umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan akan protein hewani menurut kaidah gizi.

Bagi orang Amerika, kegemukan saat ini sudah menjadi masalah serius. Banyak kematian yang menimpa orang Amerika terkait dengan masalah berat badan. Saat ini 50 persen orang dewasa di Amerika tergolong dalam kategori overweight/obes. Kalau dicermati secara lebih teliti, masyarakat Amerika yang mengalami kegemukan saat ini berjumlah dua kali lipat dibandingkan pada tahun 1960-an. Bahkan, di salah satu negara bagian sudah ada upaya untuk menambah ukuran peti mati karena peti mati normal sudah tidak lagi mampu memuat jenazah orang Amerika yang semakin gemuk.

Kita yang hidup di negara sedang berkembang dan sedang dalam perjalanan untuk menjadi negara yang semakin makmur hendaknya bercermin dari kesalahan yang dibuat oleh masyarakat di negara maju dalam hal pola makan. Pemahaman tentang gizi seimbang disertai dengan aktivitas fisik yang memadai akan menjadi kunci untuk menjadi bangsa yang sehat. Kegemukan bukan hanya masalah estetika, tetapi telah menjelma menjadi masalah kesehatan yang serius dan berakibat fatal apabila tidak dihindari.

oleh :Prof Ali Khomsan Dosen Departemen Gizi Masyarakat IPB (Kompas)

No comments:

Post a Comment