Tuesday, December 23, 2008

Keluarga Berencana : Cara mengontrol Jarak & jumlah kelahiran anak


Keluarga Berendana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak antara kelahiran anak.

Untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara digunakan kontrasepsi sedangkan untuk menghindari kehamilan yang sifatnya menetap bisa dilakukan sterilisasi.
Aborsi bisa digunakan untuk mengakhiri kehamilan jika terjadi kegagalan kontrasepsi.

KONTRASEPSI

Metode kontrasepsi terdiri dari:

1. Kontrasepsi oral (pil KB)

Pil KB mengandung hormon, baik dalam bentuk kombinasi progestin dengan estrogen atau progestin saja.

Pil KB mencegah kehamilan dengan cara menghentikan ovulasi (pelepasan sel telur oleh ovarium) dan menjaga kekentalan lendir servikal sehingga tidak dapat dilalui oleh sperma.

Tablet yang hanya mengandung progestin sering menyebabkan perdarahan tidak teratur. Tablet ini hanya diberikan jika pemberian estrogen bisa membahayakan, misalnya pada wanita yang sedang menyusui.

Pil kombinasi ada yang memiliki estrogen dosis rendah dan ada yang mengandung estrogen dosis tinggi.
Estrogen dosis tinggi biasanya diberikan kepada wanita yang mengkonsumsi obat tertentu (terutama obat epilepsi).

Keuntungan pemakaian pil KB adalah mengurangi:
- Resiko kanker jenis tertentu
- Angka kekambuhan kram pada saat menstruasi
- Ketegangan premenstruasi
- Perdarahan tidak teratur
- Anemia
- Kista payudara
- Kista ovarium
- Kehamilan ektopik (kehamilan di luar kandungan)
- Infeksi tuba falopii.

Sebelum mulai menggunakan pil KB, dilakukan pemeriksaan fisik untuk meyakinkan bahwa tidak ada masalah kesehatan yang bisa menimbulkan resiko.

Jika wanita tersebut atau keluarga dekatnya ada yang menderita diabetes atau penyakit jantung, biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol dan gula darah. Jika kadar kolesterol atau gula darahnya tinggi, maka diberikan pil KB dosis rendah.
3 bulan setelah pemakaian pil KB, dilakukan pemeriksaan ulang untuk mengetahui adanya perubahan tekanan darah. Selanjutnya pemeriksaan dilakukan 1 kali/tahun.

Pil KB sebaiknya tidak digunakan oleh:
a. Wanita yang merokok dan berusia diatas 35 tahun
b. Wanita penderita penyakit hati aktif atau tumor
c. Wanita yang memiliki kadar trigliserida tinggi d. Wanita penderita tekanan darah tinggi yang tidak diobati
e. Wanita penderita diabetes yang disertai penyumbatan arteri
f. Wanita yang memiliki bekuan darah
g. Wanita yang tungkainya sedang digips
h. Wanita penderita penyakit jantung
I. Wanita yang pernah menderita stroke
j. Wanita yang pernah menderita penyakit kuning pada saat kehamilan
k. Wanita penderita kanker payudara atau kanker rahim.

Pengawasan harus dilakukan jika pil KB digunakan oleh:
a. Wanita yang mengalami depresi
b. Wanita yang sering mengalami sakit kepala migren
c. Wanita yang merokok tetapi berusia dibawah 35 tahun
d. Wanita yang pernah menderita hepatitis atau penyakit hari lainnya tetapi telah sembuh total.

Pemakaian pil KB setelah kehamilan

Resiko terbentuknya bekuan darah di tungkai meningkat setelah kehamilan dan akan semakin meningkat jika wanita tersebut memakai pil KB.
Jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu kurang dari 12 minggu setelah persalinan, maka pil KB bisa langsung digunakan. Jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu 12-28 minggu, maka harus menunggu 1 minggu sebelum pil KB mulai digunakan, sedangkan jika menstruasi terakhir terjadi dalam waktu lebih dari 28 minggu, harus menunggu 2 minggu sebelum pil KB mulai digunakan.

Wanita yang menyusui biasanya tidak mengalami ovulasi sampai 10-12 minggu setelah persalinan, tetapi mereka bisa mengalami ovulasi dan hamil sebelum terjadinya menstruasi pertama. Karena itu, ibu yang menyusui sebaiknya menggunakan pil KB jika tidak ingin hamil.
Pil kombinasi yang diminum oleh ibu menyusui bisa mengurangi jumlah air susu dan kandungan zat lemak serta protein dalam air susu. Hormon dari pil terdapat dalam air susu sehingga bisa sampai ke bayi. Karena itu untuk ibu menyusui sebaiknya diberikan tablet yang hanya mengandung progestin, yang tidak mempengaruhi pembentukan air susu.

Pil KB yang diminum segera setelah terjadinya pembuahan atau pada awal kehamilan (sebelum wanita tersebut mengetahui bahwa dia hamil) tidak akan membahayakan janin.

Efek samping pil KB

a. Perdarahan tidak teratur.
Sering terjadi pada beberapa bulan pertama pemakaian pil KB, jika tubuh telah menyesuaikan diri dengan hormon biasanya perdarahan abnormal akan berhenti.

b. Beberapa bulan setelah berhenti menggunakan pil KB, mungkin tidak akan terjadi menstruasi, tetapi obat ini tidak menyebabkan berkurangnya kesuburan secara permanen.

c. Efek samping yang berhubungan dengan estrogen adalah mual, nyeri tekan pada payudara, perut kembung, penahanan cairan, peningkatan tekanan darah dan depresi.

d. Efek samping yang berhubungan dengan progestin adalah penambahan berat badan, jerawat dan kecemasan.
Penambahan berat badan sebanyak 1,5-2,5 kg biasanya terjadi akibat penahanan cairan dan mungkin karena meningkatnya nafsu makan.

e. Bekuan darah diperkirakan 3-4 kali lebih sering terjadi pada pemakaian pil KB dosis tinggi.
Jika secara tiba-tiba timbul nyeri dada atau nyeri tungkai, pemakaian pil KB harus segera dihentikan dan segera memeriksakan diri karena gejala tersebut mungkin menunjukkan adanya bekuan darah di dalam vena tungkai dan kemungkinan sedang menuju ke paru-paru.
Pil KB dan pembedahan menyebabkan meningkatnya resiko pembentukan bekuan darah, sehingga 1 bulan sebelum menjalani pembedahan pemakaian pil harus dihentikan dan baru mulai dipakai lagi 1 bulah setelah pembedahan.

f. Mual dan sakit kepala.

g. 1-2% wanita pemakai pil KB mengalami depresi dan kesulitan tidur.

h. Melasma (bercak-bercak berwarna gelap di wajah).
Jika terkena sinar matahari, bercak semakin gelap. Melasma akan menghilang secara perlahan setelah pemakaian pil KB dihentikan.

I. Resiko terjadinya kanker leher rahim tampaknya meningkat, terutama jika pil KB telah dipakai selama lebih dari 5 tahun. Karena itu wanita pemakai pil KB harus rutin menjalani pemeriksaan Pap smear (minimal 1 kali/tahun).
Di lain fihak, wanita pemakai pil KB memiliki resiko kanker ovarium ataupun kanker rahim yang lebih rendah.

Interaksi pil KB dengan obat lain

Pil KB tidak berpengaruh terhadap obat lain, tetapi obat lain (terutama obat tidur dan antibiotik) bisa menyebabkan berkurangnya efektivitas dari pil KB.
Wanita pemakai pil KB bisa hamil jika secara terus menerus mengkonsumsi antibiotik (misalnya rifampin, penisilin, ampisilin, tetrasiklin atau golongan sulfa). Ketika mengkonsumsi antibiotik tersebut, selain pil KB sebaiknya ditambah dengan menggunaka kontrasepsi penghalang (misalnya kondom atau diafragma).

Oba anti-kejang (fenitoin dan fenobarbital) bisa menyebabkan meningkatkan perdarahan abnormal pada wanita pemakai pil KB.
Untuk mengatasi hal ini, kepada wanita penderita epilepsi yang mengkonsumsi anti-kejang perlu diberikan pil KB dosis tinggi.

Kontrasepsi hormonal

2. Kontrasepsi penghalang

Kontrasepsi penghalang secara fisik menghalangi jalan masuk sperma ke dalam rahim wanita.
Yang termasuk ke dalam kontrasepsi penghalang adalah:

A. Kondom.

Kondom bisa melindungi pemakainya dari penyakit menular seksual (misalnya AIDS) dan dapat mencegah perubahan prekanker tertentu pada sel-sel leher rahim.

Ada kondom yang ujungnya memiliki penampung semen; jika tidak ada penampung semen, sebaiknya kondom disisakan sekitar 1cm di depan penis.

Kondom harus dilepaskan secara perlahan karena jika semen tumpah maka sperma bisa masuk ke vagina sehingga terjadi kehamilan.

Untuk menambah efektivitas pemakaian kondom bisa ditambahkan spermisida (biasanya terkandung di dalam pelumas kondom atau dimasukkan secara terpisah ke dalam vagina).

Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi penghalang baru yang dipasang di vagina dengan bantuan sebuah cincin.

Kondom wanita menyerupai kondom pria, tetapi lebih lebar dan memiliki angka kegagalan yang tinggi.


B. Diafragma.

Diafragma merupakan plastik berbentuk kubah dengan sabuk yang lentur, dipasang pada serviks dan menjaga agar sperma tidak masuk ke dalam rahim.

Ukurannya bervariasi dan harus dicocokkan oleh dokter atau perawat.

Pemakaiannya harus selalu bersamaan dengan krim atau jeli.

Diafragma dipasang sebelum melakukan hubungan seksual dan tetap terpasang sampai minimal 8 jam tetapi tidak boleh lebih dari 24 jam.
Ukuran diafragma harus diganti jika:
- terjadi penambahan atau penurunan berat badan sebanyak lebih dari 5 kg
- diafragma telah dipakai selama lebih dari 1 tahun
- baru melahirkan anak atau mengalami aborsi,
karena ukuran dan bentuk vagina mungkin mengalami perubahan.


C. Penutup serviks (leher rahim).

Penutup serviks (cervical cap) hampir menyerupai diafragma tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih kaku, dipasang pada serviks.
Ukurannya bervariasi dan harus dicocokkan oleh dokter atau perawat.
Pemakaian penutup serviks harus selalu bersamaan dengan krim atau jeli.
Penutup serviks dipasang sebelum melakukan hubungan seksual dan tetap terpasang sampai minimal 8 jam dan maksimal 48 jam sesudah melakukan hubungan seksual.

D. Sediaan untuk menghentikan atau membunuh sperma atau disebut juga spermisida (dalam bentuk busa, krim, jel dan suppositoria yang dimasukkan ke dalam vagina)

Busa, krim, jeli dan suppositoria vagina dimasukkan sebelum melakukan hubungan seksual.
Selain mengandung spermisida, bahan tersebut juga merupakan penghalang fisik untuk sperma.

3. Penarikan penis sebelum terjadinya ejakulasi

Disebut juga coitus interruptus.
Pada metode ini, pria mengeluarkan/menarik penisnya dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi (pelepasan sperma ketika mengalami orgasme).
Metode ini kurang dapat diandalkan karena sperma bisa keluar sebelum orgasme juga memerlukan pengendalian diri yang tinggi serta penentuan waktu yang tepat.

4. Metoda ritmik

Pada metoda ritmik, pasangan suami istri tidak melakukan hubungan seksual selama masa subur wanita.
Ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) terjadi 14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang telah dilepaskan hanya bertahan hidup selama 24 jam, tetapi sperma bisa bertahan selama 3-4 hari setelah melakukan hubungan seksual. Karena itu pembuahan bisa terjadi akibat hubungan seksual yang dilakukan 4 hari sebelum ovulasi.

A. Metode ritmik kalender merupakan metode yang paling tidak efektif, bahkan untuk wanita yang memiliki siklus menstruasi yang teratur.

Wanita sebaiknya mencatat siklusnya dalam 12 bulan terakhir. Untuk mengetahui saat tidak boleh melakukan hubungan seksual, dilakukan perhitungan berikut:
(siklus terpendek - 18) dan (siklus terpanjang - 11).

Contohnya, jika siklus seorang wanita dalam waktu 12 bulan terakhir berkisar antara 26-29 hari, maka 26-18=8 dan 29-11=18, artinya hubungan seksual tidak boleh dilakukan pada hari ke-8 sampai hari ke-18 setelah menstruasi.

B. Pada metode temperatur, dilakukan pengukuran suhu basal (suhu ketika bangun tidur sebelum beranjak dari tempat tidur).
Suhu basal akan menurun sebelum ovulasi dan agak meningkat (kurang dari 1° Celsius) setelah ovulasi.
Hubungan seksual sebaiknya tidak dilakukan mulai dari menstruasi hari pertama sampai suhu basalnya meningkat.

C. Pada metode lendir, masa subur wanita diketahui dengan mengamati lendir servikal, yang biasanya dikeluarkan dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih encer sesaat sebelum ovulasi.
Hubungan seksual tidak boleh pada saat terjadinya peningkatan jumlah lendir servikal sampai 4 hari sesudahnya.

C. Metoda simptotermal terdiri dari pengamatan perubahan lendir servikal dan suhu basal tubuh, juga gejala lainnya yang berhubungan dengan ovulasi (misalnya nyeri kram ringan pada perut bagian bawah).
Metoda ini merupakan metoda yang paling dapat diandalkan.

5. Kontrasepsi implan

Kontrasepsi implan adalah kapsul plastik yang mengandung progestin, yang bekerja dengan cara mencegah ovulasi dan menghalangi masuknya sperma melalui lendir serviks yang kental.
6 kapsul dimasukkan ke bawah kulit lengan atas. Setelah diberi obat bius, dibuat sayatan dan dengan bantuan jarum dimasukkan kapsul implan. Tidak perlu dilakukan penjahitan.
Kapsul ini melepaskan progestin ke dalam aliran darah secara perlahan dan biasanya dipasang selama 5 tahun.

Interaksi dengan obat lain jarang terjadi karena implan tidak mengandung estroggen.

Efek samping yang utama adalah perdarahan tidak teratur atau sama sekali tidak terajdi menstruasi.
Efek samping lainnya adalah sakit kepala dan penambahan berat badan.

Kapsul implan tidak larut dalam tubuh sehingga setelah 5 tahun harus dilepaskan.
Segera setelah implan dilepas, fungsi ovarium akan kembali normal dan wanita pemakai implan kembali menjadi subur.

6. Kontrasepsi suntikan

Medroksiprogesteron (sejenis progestin) disuntikkan 1 kali/3 bulan ke dalam otot bokong atau lengan atas.

Suntikan ini sangat efektif tetapi bisa mengganggu siklus menstruasi. Sepertiga pemakai KB suntik tidak mengalami menstruasi pada 3 bulan setelah suntikan pertama dan sepertiga lainnya mengalami perdarahan tidak teratur dan spotting (bercak perdarahan) selama lebih dari 11 hari setiap bulannya. Semakin lama suntikan KB dipakai, maka lebih banyak wanita yang tidak mengalami menstruasi tetapi lebih sedikit wanita yang mengalami perdarahan tidak teratur. Setelah 2 tahun memakai suntikan KB, sekitar 70% wanita sama sekali tidak mengalami perdarahan.

Jika pemakaian suntikan KB dihentikan, siklus menstruasi yang teratur akan kembali terjadi dalam waktu 6 bulan-1 tahun.

Efeknya berlangsung lama, sehingga kesuburan mungkin baru kembali 1 tahun setelah suntikan dihentikan, tetapi medroksiprogesteron tidak menyebabkan kemandulan permanen.
Suntikan KB bisa menyebabkan penambahan berat badan yang sifatnya ringan. Setelah pemakaian dihentikan, bisa terjadi osteoporosis yang bersifat sementara.

Medroksiprogesteron tidak menyebabkan meningkatnya resiko terhadap berbagai kanker (termasuk kanker payudara), tetapi mengurangi resiko terjadinya kanker rahim.
Interaksi dengan obat lain jarang terjadi.

7. IUD (intra uterine device, spiral).

Keuntungan dari IUD adalah efek sampingnya terbatas di dalam rahim.
Terdapat 2 macam IUD:
- melepaskan progesteron (harus diganti setiap tahun)
- melepaskan tembaga (efektif selama 10 tahun).

Biasanya IUD dipasang pada saat menstruasi. Jika kemungkinan terjadi infeksi serviks, masa pemsangan IUD sebaiknya ditunda sampai infeksi mereda.

Cara kerja IUD adalah dengan menyebabkan reaksi peradangan di dalam rahim yang akan menarik datangnya sel-sel darah putih. Zat yang dihasilkan oleh sel darah putih ini merupakan racun bagi sperma sehingga tidak terjadi pembuahan sel telur.
Melepaskan IUD akan menyebabkan terhentinya proses peradangan.

Efek samping dari IUD:
- Perdarahan dan nyeri
- Kadang IUD terlepas dengan sendirinya (sekitar 20% IUD yang lepas tidak disadari/diketahui oleh pemakainya dan bisa menyebabkan kehamilan)
- Perforasi rahim
- Ketika baru dipasang akan terjadi infeksi singkat pada rahim, tetapi infeksi ini akan mereda setelah 24 jam
- Resiko terjadinya keguguran pada wanita hamil dengan IUD yang masih terpasang adalah sekitar 55%.


STERILISASI

Sterilisasi merupakan cara berkeluarga berencana yang sifatnya permanen.
Sterilisasi pada pria dilakukan melalui vasektomi, sedangkan pada wanita dilakukan prosedur ligasi tuba.

Vasektomi adalah pemotongan vas deferens (saluran yang membawa sperma dari testis).
Vasektomi dilakukan oleh ahli bedah urolog dan memerlukan waktu sekitar 20 menit.
Pria yang menjalani vasektomi sebaiknya tidak segera menghentikan pemakaian kontrasepsi, karena biasanya kesuburan masih tetap ada sampai sekitar 15-20 kali ejakulasi.

Setelah pemeriksaan laboratorium terhadap 2 kali ejakulasi menunjukkan tidak ada sperma, maka dikatakan bahwa pria tersebut telah mandul.
Komplikasi dari vasektomi adalah:
- Perdarahan
- Respon peradangan terhadap sperma yang merembes
- Pembukaan spontan.

Ligasi tuba adalah pemotongan dan pengikatan atau penyumbatan tuba falopii (saluran telur dari ovarium ke rahim).
Pada ligasi tuba dibuat sayatan pada perut dan dilakukan pembiusan total.
Ligasi tuba bisa dilakukan segera setelah melahirkan atau dijadwalkan di kemudian hari.
Sterilisasi pada wanita seringkali dilakukan melalui laparoskopi.
Selain pemotongan dan pengikatan, bisa juga dilakukan kauterisasi (pemakaian arus listrik) untuk menutup saluran tuba.

Untuk menyumbat tuba bisa digunakan pita plastik dan klip berpegas.
Pada penyumbatan tuba, kesuburan akan lebih mudah kembali karena lebih sedikit terjadi kerusakan jaringan.



Teknik sterilisasi lainnya yang kadang digunakan pada wanita adalah histerektomi (pengangkatan rahim) dan ooforektomi (pengangkatan ovarium/indung telur).


ABORSI

Aborsi adalah pengguguran kandungan.
Secara umum, kontrasepsi dan sterilisasi memiliki komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan aborsi, terutama pada wanita muda.
Karena itu kontrasepsi dan sterilisasi merupakan pilihan yang lebih baik untuk mencegah kehamilan dan aborsi sebaiknya dijadikan pilihan terakhir jika teknik lainnya yang lebih aman telah gagal dilakukan.

Metoda aborsi terdiri dari:

1. Evakuasi pembedahan : mengeluarkan isi rahim melalui vagina.
Evakuasi pembedahan merupakan 97% dari aborsi dan hampir selalu dilakukan pada kehamilan yang berumur kurang dari 12 minggu.
Digunakan teknik kuretase aspirasi.

Untuk kehamilan yang berusia 7-12 minggu, serviks biasanya harus dilebarkan terlebih dahulu (dilatasi) karena selang penghisapnya lebih besar.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera pada serviks, bisa digunakan laminaria (akar rumput laut yang dikeringkan) atau dilator lainnya yang menyerap air. Laminaria dimasukkan ke dalam saluran servikal dan dibiarkan selama 4-5 jam, biasanya semalaman. Karena laminaria menyerap sejumlah air dari tubuh, maka laminaria akan mengembang dan menyebabkan peregangan lubang serviks.

Untuk kehamilan yang berusia lebih dari 12 minggu teknik yang paling sering digunakan adalah D&E (dilatasi dan evakuasi). Alat penghisap dan forseps digunakan untuk mengeluarkan hasil pembuahan lalu dilakukan pengerokan rahim secara perlahan untuk memastikan bahwa seluruh jaringan telah dikeluarkan.


Dilatasi dan evakuasi semakin banyak digunakan pada kehamilan lanjut untuk merangsang aborsi karena komplikasinya lebih ringan dibandingkan dengan pamekaian obat.

2. Obat-obatan untuk merangsang kontraksi rahim sehingga isi rahim keluar.
Obat-obatan (misalnya mifepriston/RU 486 dan prostaglandin) kadang digunakan untuk merangsang aborsi, terutama pada kehamilan diatas 16 minggu, karena pada saat ini D&E bisa menyebabkan komplikasi yang serius (seperti kerusakan rahim atau usus).
RU 486 bisa digunakan segera setelah pembuahan.

Prostaglandin adalah obat yang merangsang kontraksi usu, bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau suppositoria vagina. Efek sampingnya adalah mual, muntah, diare, kemerahan pada wajah dan pingsan. Pada beberapa wanita, prostaglandin bisa memicu suatu serangan asma.

Mifepriston dikombinasikan dengan prostaglandin sangat efektif untuk mengakhiri kehamilan yang berusia kurang dari 7 minggu.
Obat ini menghalangi kerja progesteron di dalam lapisan rahim sehingga prostaglandin lebih efektif.

Pil KB dosis tinggi kadang digunakan untuk mencegah kehamilan setelah melakukan 1 kali hubungan seksual tanpa alat kontrasepsi, tetapi tidak selalu efektif. Pil KB harus diminum dalam waktu 72 jam. Efek sampingnya adalah mual dan muntah.

Komplikasi aborsi secara langsung berhubungan dengan umur kehamilan dan metoda yang digunakan. Semakin tua umur kehamilan, semakin besar resiko terjadinya komplikasi:
- Perforasi rahim oleh alat bedah
- Perforasi usus atau organ lainnya
- Perdarahan selama atau segera setelah aborsi
- Perdarahan tertunda karena adanya sisa plasenta di dalam rahim
- Infeksi rahim
- Pembentukan jaringan parut di dalam rahim.


No comments:

Post a Comment