POLA makan tidak seimbang-dengan lemak dan karbohidrat tinggi-selain menyebabkan kegemukan juga memicu timbulnya pelbagai penyakit.
Selain kadar kolesterol tinggi dan darah tinggi, juga kemungkinan terjadi perlemakan hati serta radang hati akibat perlemakan (nonalcoholic steatohepatitis/NASH).
Perlemakan hati adalah akumulasi trigliserida serta jenis lemak lain di sel hati. Adapun NASH adalah perlemakan hati yang disertai radang dan kematian sel hati. Data Lembaga Kesehatan Nasional Amerika Serikat menunjukkan, 10-20 persen penduduk AS mengalami perlemakan hati, dua sampai lima persen di antaranya adalah NASH.
Menurut dr Irsan Hasan SpPD dari Divisi Hepatologi Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSCM, belum ada data semacam itu di Indonesia. Namun, sebuah survei populasi yang dilakukan FKUI di Sukmajaya, Depok, tahun 2001, mendapatkan 30 persen dari 1.000 penduduk yang menjadi responden mengalami perlemakan hati dan tujuh persen di antaranya menunjukkan kenaikan kadar serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) atau yang kini dikenal sebagai alanine aminotransferase (ALT). Kenaikan serum SGPT/ALT bisa merupakan petunjuk terjadinya hepatitis alias radang hati akibat keracunan.
"Survei hanya dilakukan dengan pemeriksaan USG untuk mengetahui perlemakan hati. Diagnosis NASH harus dipastikan dengan biopsi jaringan hati. Meski belum dipastikan, hal ini perlu diwaspadai. Bisa jadi NASH bukan hanya masalah di AS dan Eropa, melainkan juga di Asia," ujar Irsan.
Dari pengalaman Irsan melakukan check up kesehatan pegawai sejumlah perusahaan, ada kecenderungan mereka yang kegemukan kadar SGPT/ALT-nya meningkat.
PENYEBAB utama perlemakan hati dan NASH adalah kegemukan (obesitas). Kegemukan juga berkontribusi pada terjadinya diabetes serta kadar kolesterol tinggi dalam darah. Seperti diketahui, kadar kolesterol tinggi memicu gangguan pembuluh darah dan jantung.
Penyebab lain adalah gangguan metabolisme, termasuk resistensi insulin. Obat-obatan tertentu serta racun bisa pula menjadi pemicu.
Menurut peneliti senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dr David Handojo Muljono SpPD PhD, lemak berupa trigliserida, kolesterol, dan lainnya diolah di sel hati, baik di dalam maupun di luar mitokondria.
Sintesa asam lemak berlebihan menyebabkan overload pada oksidasi beta dan menimbulkan racun, seperti asam valproat, stearat, butirat, serta reactive oxygen species (ROS), di antaranya hidrogen peroksida, hidroksi radikal, dan oksigen tunggal.
"Hal ini memicu timbulnya reaksi radang, induksi sitokin, aktivasi fibrosis dan sebagian langsung menyebabkan kematian sel hati," ungkap David Handojo.
Perlemakan hati maupun NASH umumnya tidak menimbulkan gejala. Perlemakan hati merupakan kondisi tak berbahaya. Sebaliknya, NASH bisa berkembang menjadi fibrosis (terbentuknya jaringan parut) hati yang berlanjut dengan pengerasan hati, bahkan kanker hati.
Perkembangan itu berlangsung lambat, makan waktu bertahun-tahun. Penderita NASH baru merasakan gejala berupa letih, lesu, dan penurunan berat badan saat penyakit telah lanjut.
Pengerasan menyebabkan hati tidak mampu berfungsi normal. Penderita mengalami retensi cairan sehingga tubuh menjadi bengkak, jaringan otot melemah, perdarahan usus, serta gagal hati.
Di bidang kesehatan masyarakat, NASH meningkatkan kasus hepatitis B dan C. Pada pembawa virus hepatitis B dan C yang sehat (carrier), NASH akan mengaktifkan virus yang tenang sehingga hepatitis B dan C bermanifestasi. Hepatitis yang dipicu NASH lebih sulit diobati karena tidak mempan dengan interferon.
"SEJAUH ini belum ada terapi spesifik untuk NASH," kata Irsan.
Adapun yang bisa dilakukan adalah menurunkan berat badan secara bertahap dan menerapkan pola makan gizi seimbang, yaitu mengatur pemasukan kalori yang sesuai kebutuhan tubuh. Kemudian dikombinasikan dengan konsumsi antioksidan seperti vitamin E dan vitamin C.
Untuk mencegah NASH serta penyakit degeneratif lain, ujar David, pemerintah dan organisasi masyarakat perlu melakukan kampanye gaya hidup sehat serta pola makan gizi seimbang. Meninggalkan gaya hidup sedentary (kurang gerak) serta makan makanan kaya serat.
"Secara genetik penduduk Indonesia lebih cocok makan makanan agrikultur, bukan keju atau makanan berlemak tinggi," ujarnya.
Betul juga. Mereka yang lebih banyak berolahraga, makan banyak sayuran dan buah, akan tampak lebih sehat dan awet muda (Kompas)
No comments:
Post a Comment