Tuesday, August 26, 2008

Mengungkap fakta : Lebih banyak kalsium dari produk susu sapi tidak membuat tulang kuat.

Memiliki tulang yang padat dan kuat adalah harapan kita semua, karena dapat mengurangi resiko terjadinya osteoporosis atau rapuh tulang.

Selama ini kita beranggapan bahwa tulang yang kuat membutuhkan lebih banyak kalsium terutama yang berasal dari susu sapi, tapi kenyataannya banyak hasil penelitian yang tidak mendukung pernyataan atau anggapan tersebut.

Tertanamnya anggapan tersebut berkat keberhasilan produsen susu atau hasil olahnya didalam mengiklankan produknya. Bahkan di Indonesia sendiri ada istilah 4 sehat 5 sempurna, yang artinya makanan harian kita akan lebih sempurna bila ditambah dengan susu. Padahal kenyataanya susu sapi bagi kebanyakan orang di Asia sering menimbulkan masalah lactose intolerance yang ditandai seperti timbulnya diare setelah mengkonsumsi susu. Sekarang slogan tersebut mulai diganti dengan konsep Gizi Seimbang atau Piramida Makanan, dimana untuk mengkonsumsi makanan perlu memperhatikan jenis, variasi dan jumlahnya.

Susu sapi sah-sah saja diberikan kepada bayi atau anak terutama karena pertimbangan si Ibu tidak bisa memberikan ASI ekslusifnya karena ada masalah kesehatan pada si Ibu, namun seyogyanya selepas si kecil sudah mengenal variasi makanan orang dewasa, pemberian susu tidak menggantikan beragam makanan tersebut. Namun pada kenyataannya sering kita jumpai susu menjadi penyumbang kalori terbesar bagi anak yang memicu terjadinya obesitas anak. Susu juga disinyalir mengandung hormon pertumbuhan yang hadir secara alami atau ditambahkan pada susu tersebut sehingga semakin memicu obesitas bila pola konsumsinya tidak benar.

Bagi orang tua, minum susu yang bertujuaan untuk mendapatkan sumber kalsium yang tinggi agar tulang kuat tidaklah selamanya tepat, karena semakin bertambah usia, biasanya produksi asam lambung berkurang padahal untuk mencerna kalsium membutuhkan asam lambung yang cukup.

Berikut fakta-fakta hasil penelitian yang antara lain menyebutkan korelasi negative antara minum susu sebagai sumber kalsium yang tinggi dengan tingkat kepadatan tulang.

1. The Chinese University Of Hong Kong, pernah melakukan studi pada tahun 1990 yang menganalisa hubungan asupan susu dengan pertumbuhan anak. Tempat dan waktu untuk penelitian yang ideal karena di daerah ini susu sapi menjadi begitu popular padahal secara tradisional diet mereka tidak tinggi kalsium. Studi pertama dilakukan pada anak dari lahir hingga usia lima tahun dimana 90%nya mengkonsumsi susu sapi dengan jumlah rata-rata asupan kalsiumnya 550 mg per hari. Hasil penelitian diantarnya adalah , pada usia 5 tahun asupan susu pada tiap-tiap anak tidak berkaitan dengan tingkat mineral tulang. Asupan kalsium selama tahun kedua dari kehidupan sang anak menjadi prediksi yang kuat bagi kekuatan tulang di usia 5 tahun (termasuk susu ibu dan sumber lainnya). 1). Studi kedua dilakukan pada anak-anak yang berusia 7 tahun, yang diberikan asupan kalisum hingga 800mg . Setelah 18 bulan, tidak nampak pertambahan pada tinggi atau kepadatan tulang lengan ataupun kaki dibanding mereka yang tidak mendapatkan suplementasi, meski ada beberapa tambahan kepadatan pada tulang belakang.2) Pada usia 12 hingga 13 tahun, asupan kalsium tidak berhubungan dengan kondisi mineral tulang, bahkan wanita yang mengkonsumsi kalsium ketingkat yang lebih tinggi memiliki kepadatan tulang lengannya yang lebih rendah. 3)

2. Pada semua studi , berat badan dan tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi berhubungan dengan tingginya kondisi mineral tulang. Pada masa remaja, baik kalsium ataupun aktivitas fisik tidak berkaitan dengan perbaikan mineral tulang 3)Studi selama 14 tahun di Inggris menemukan, pada orang dewasa muda , tingkat aktivitas fisik dan berat badan di usia belasan tahun berkaitan dengan kepadatan mineral tulangnya., dan asupan kalsium mempunyai efek yang kecil. 5)

3. Studi yang dilakukan di RS Inggris, penambahan ekstra susu hingga 1100 mg per hari, menemukan hanya 10%nya yang kepadatan tulangnya bertambah., namun hasilnya tidak dapat divalidasi ketika diadakan pengecekan enzim darah yang seharusnya juga berubah saat terjadi pertumbuhan tulang.Anak-anak tesebut bertambah berat badannya tapi tinggi tidak bertambah. 6) Beberapa ahli menulis kembali studi ini dan salah seorang ahli menemukan bahwa kelompok susu mempunyai kepadatan tulang yang lebih rendah dari rata-rata di akhir studi7)

4. Studi yang dilakukan pada anak kembar di USA, ada pertambahan kepadatan tulang pada lengan dan tulang belakang ketika diberikan suplementasi kalsium bukan susu. 8) Namun ketika menginjak usia puber, bagaimanapun kalsium tidak menunjukkan manfaat.

5. Masalah asupan protein menjadi perhatian pada penanganan osteoporosis. Protein hewani seperti daging dan produk susu dapat menyebabkan hilangnya kalsium. 9) Kebutuhan kalsium pada diet tergantung pada besarnya asupan protein hewani . 10) Pada masyarakat Amerika, yang mengkonsumsi diet protein tinggi kemungkinan menjadi tidak mendapatkan cukup kalsium pada dietnya untuk mengkompensasi banyakan kalsium yang hilang akibat tingginya asam protein . 11) Untuk alasan inilah penduduk di Amerika memiliki angka kejadian osteoporosis tertinggi didunia dimana asupan produk susu juga tertinggi. Tambahan protein hewani 2 kali lipat dapat menyebabkan 50% lebih hilangnya kalsium. 12) Amerika memiliki tingkat patah tulang yang lebih tinggi dibanding negara Afrika yang hanya mengkonsumsi 200 mg kalsium per hari. Angka kejadian patah tulang pada penduduk Amerika : Wanita kulit putih ras non Hispanic 139 kejadian per 100.000 penduduk, Ras Meksiko Amerika : 67 per 100.000, dan Ras Afrika Amerika 55 per 100.000 sementara angka kejadian patah tulang pada penduduk Afrika Selatan kurang dari 7 per 100.000 peduduk per tahun. Di Jepang , dimana asupan kalsiumnya tidak tinggi, angka kejadian patah tulang pinggulnya rendah, tetapi sekarang mereka terus tumbuh. 22)

6. Tahun 1996, Peneliti Havard mengambarkan grafik hubungan antara asupan kalsium dengan patah tulang pinggul- lebih banyak kalsium lebih banyak patah tulang. 13) 14)


7. Tahun 1987, studi terhadap 106 wanita dewasa memperlihatkan asupan kalsium antara 500 dan 1400 mg kalsium per hari mengarah pada tidak ada perbedaan pada kepadatan mineral tulang15)

8. Studi yang lebih besar di Italia, pada wanita yang mengkonsumsi antara 440 dan 1025 mg kalsium perhari, menunjukkan ada pertambahan kecil jumlah patah tulang yang terjadi pada kelompok dengan asupan susu yang lebih tinggi. 16)

9. Studi terhadap 78.000 perawat memperlihatkan wanita yang mengkonsumsi susu lebih dari 1 gelas sehari mempunyai kesempatan 45% lebih besar untuk mendapatkan patah tulang pinggul dibanding mereka yang mengkonsumsi lebih sedikit. 17)

10. Industrialisasi terus berkembang yang membuat kegiatan fisik (olahraga) seringkali berkurang dan membanjirnya produk instan. Penelitian arkeologi menunjukkan bahwa hilangnya masa tulang pada bangsa Kaukasia yang sudah paska menopause di abad 18 dan 19 lebih rendah dibandingkan sekarang. 22)

Disinyalir Di Amerika, keberhasilan popularitas susu sebagai zat gizi terbaik untuk masalah tulang karena the National Osteoporosis Foundation, mendapat sumbangan terbesar dari perusahaan susu & hasil olahnya yaitu Bozell Worlwide.

Apa yang harus saya lakukan ?

Penyerapan kalsium bergantung pada banyak faktor, seperti vitamin D, hormon didalam tubuh, asam lambung dan interaksi dengan mineral lain seperti Boron, Magnesium, Tembaga, Mangan, Seng , Vitamin C dan Fluorida yang berperan didalam pembentukan tulang. Pada susu sapi sering mengandung banyak Fosfor yang dapat mengurangi tingkat penyerapan kalsium. Jadi kalau anda hanya mengandalkan susu sebagai sumber kalsium utama untuk bantu menguatkan tulang adalah tidak tepat.

Penulis sendiri tidak fanatik anti susu, tapi yang penting kita wajar didalam mengkonsumsinya. Pengamatan penulis ketika menanyakan kepada orang-orang tua yang melakukan medical chek up di RS Swasta Internasional, sebagian besar mengatakan susulah sebagai sumber kalsium terbaik padahal kalau ditilik dari tingkat aktivitas termasuk aktivitas yang ringan.

Perbanyaklah sumber kalsium dari alam seperti sayur dan buah-buahan. Sayur berdaun hijau gelap seringkali mengandung kalsium tinggi disamping manfaat lain seperti zat antioksidan, fitokimia, yang bermanfaat untuk membantu mengatasi penyakit degeneratif. Selain itu juga perlu aktivitas fisik yang cukup dan sesuai saat usia muda hingga usia tua agar tabungan massa tulang cukup

Tulisan ini sebagian dikutip dari babyreference.com, dan notmilk.com ,dan pengamatan pribadi untuk menjawab banyaknya pertanyaan seputar fakta susu ketika pengasuh memuat artikel ” MENGAPA HARUS MINUM SUSU, KALAU MINUM SUSU MEMICU KEHILANGAN KALSIUM

Referensi :

  1. Lee WT, et al. Relationship between long-term calcium intake and bone mineral content of children aged from birth to 5 years. Br J Nutr (Hong Kong) 1993;70(1):235-48.
  2. Lee WT, et al. A randomized double-blind controlled calcium supplementation trial, and bone and height acquisition in children. Br J Nutr (Hong Kong) 1995;74(1):125-39.
  3. Cheng JC, et al. Determinants of axial and peripheral bone mass in Chinese adolescents. Arch Dis Child (Hong Kong) 1998;78(6):524-30.
  4. Cheng JC, et al. Axial and peripheral bone mineral acquisition: a 3-year longitudinal study in Chinese adolescents. Eur J Pediatr (Hong Kong) 1999;158(6):506-12.
  5. Fehily AM, et al. Factors affecting bone density in young adults. Am J Clin Nutr (England) 1992;56(3):579-86.
  6. Cadogan J, et al. Milk intake and bone mineral acquisition in adolescent girls: randomised, controlled intervention trial. BMJ (England) 1997;315(7118):1255-60.
  7. Griffiths ID, Francis RM. Results in two groups are not so different. BMJ (England) 1998; 316(7146):1747-8.
  8. Johnston CC, et al. Calcium supplementation and increases in bone mineral density in children. N Engl J Med 1992;327(2):82-7.
  9. Breslau NA, et al. Relationship of animal protein-rich diet to kidney stone formation and calcium metabolism. J Clin Endocrinol Metab 1988; 66(1):140-6.
  10. Barzel US, Massey LK. Excess dietary protein can adversely affect bone. J Nutr 1998; 128(6):1051-3.
  11. Allen LH, et al. Protein-induced hypercalcuria: a long-term study. Am J Clin Nutr 1979;(4): 32741-9.
  12. Zemel MB. Calcium utilization: effect of varying level and source of dietary protein. Am J Clin Nutr 1988; suppl.48(3):880-3.
  13. Hegsted DM. Calcium and osteoporosis. Adv Nutr Res 1994;(9);119-28.
  14. Hegsted DM. Calcium and osteoporosis. J Nutr 1986;116(11);2316-9.
  15. Riggs BL, et al. Dietary calcium intake and rates of bone loss in women. J Clin Invest 1987;80(4):979-82.
  16. Tavani A, et al. Calcium, dairy products, and the risk of hip fracture in women in northern Italy. Epidemiology (Italy) 1995; 6(5);554-7.
  17. Feskanich D. et al. Milk, dietary calcium, and bone fractures in women: a 12-year prospective study. Am J Public Health 1997;87(6);992-7.
  18. Owusu W, et al. Calcium intake and the incidence of forearm and hip fractures among men. J Nutr 1997;127(9):1782-7.
  19. Bauer RL. Ethnic differences in hip fracture: a reduced incidence in Mexican Americans. Am J Epidemiol 1988;127(1):145-9.
  20. Abelow BJ, et al. Cross-cultural association between dietary animal protein and hip fracture: a hypothesis. Calcif Tissue Int 1992;50(1):14-8.
  21. Cooper C, et al. Hip fractures in the elderly: a world-wide projection. Osteoporosis Int 1992;2(6):285-9.
  22. Fujita T. Osteoporosis in Japan: factors contributing to the low incidence of hip fracture. Adv Nutr Res (Japan) 1994;989-99.
  23. MacLennan WJ. History of arthritis and bone rarefaction evidence from paleopathology onwards. Scott Med J (England) 1999;44(1):18-20.
  24. Cohen R. Who is behind the National Osteoporosis Foundation and what is their agenda? Dairy Education Board Archives, www.notmilk.com, May 23, 1999: 1-5.
  25. Optimal calcium intake. NIH Consens Statement 1994;(4):121-31.
  26. Kim KK, et al. Nutritional status of Chinese, Korean, and Japanese-American elderly. J Am Diet Asso. 1993;93(12):1416-22.
  27. van Beresteijn EC, et al. Relationship between the calcium-to-protein ratio in milk and the urinary calcium excretion in healthy adults - a controlled crossover study. Am J Clin Nutr (Netherlands) 1990;52(1):142-6.

No comments:

Post a Comment