Tuesday, August 12, 2008

Bila Suami Menggebu, Istri Kurang "Hot"

MEMANG, setiap masalah menimbulkan akibat. Seperti masalah ini, yang mengakibatkan kesenjangan seksual dalam kehidupan pasangan. Kehidupan seksual menjadi tidak harmonis, bahkan pria atau wanita yang memiliki tingkat dorongan seksual lebih tinggi dari pasangannya tersebut akan menyimpan berbagai dugaan, yang pasti ada dugaan yang tidak baik. Di antaranya, karena merasa tidak dilayani atau tidak puas dengan perlakuan seksual dari pasangannya.

Bisa jadi juga, mereka menduga kalau pasangannya sudah tidak punya perhatian dan cinta lagi, atau bahkan menduga kalau pasangannya melakukan penyelewengan seksual dengan orang lain. Dugaan-dugaan seperti ini tentu saja dapat berakibat jauh, dan yang pasti merugikan.

Sebaliknya pihak yang memiliki tingkat dorongan seksual rendah mungkin menganggap pasangannya hiperseks, sehingga tuntutannya itu tidak dipedulikan, apalagi dilayani.
Tuntutan dan dugaan seperti itu akan berkembang menjadi masalah yang lebih besar dalam kehidupan perkawinan. Padahal, secara tidak sadar, masalah yang ada sebenarnya ialah perbedaan tingkat dorongan seksual antara suami-istri.

Perbedaan tingkat dorongan atau gairah seksual suami-istri yang berbeda memang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini sebenarnya dipengaruhi oleh hormon testosteron kedua belah pihak, gangguan fisik, faktor psikososial, dan pengalaman seksual sebelumnya.

Banyak orang, baik wanita maupun pria belum atau bahkan tidak menyadari sama sekali kalau tingkat dorongan mereka itu sebenarnya sama - seimbang. Karena keduanya sama-sama makhluk seksual. Namun, karena wanita pernah mengalami pengalaman seksual yang tidak menyenangkan sebelumnya, maka biasanya tingkat dorongan seksual mereka menjadi menurun, begitu pula dengan pria. Ditambah munculnya anggapan kalau gairah dan dorongan seksual wanita lebih kecil dari pria. Karena tidak sedikit terlontar keluhan mengenai ketidakbergairahan wanita terhadap seks, yang padahal mungkin saja disebabkan oleh hal lain, dan bukan disebabkan oleh masalah seks pasangannya atau mereka sendiri.

Dalam keadaan normal, pria memproduksi dan mengeluarkan hormon testosteron 6-8 mg setiap harinya. Sekitar 95% melalui testis dan sisanya dalam kelenjar adrenalis. Sedangkan wanita hanya mengeluarkan 0,5 mg tiap harinya, baik di dalam indung telur maupun kelenjar adrenalis. Nah, dari perbedaan yang mencolok ini, seringkali menimbulkan anggapan salah seolah-olah dorongan seksual pria jauh lebih tinggi dari wanita.

Percaya atau tidak, kenyataannya tidak begitu. Karena wanita cukup mengeluarkan konsentrasi kecil, bahkan jauh lebih kecil dari pria akibat sensitivitas mereka terhadap hormon testosteron ini. Jauh seperti yang selama ini dibayangkan kebanyakan pria, bukan?

Perkembangan selanjutnya yaitu adanya faktor fisik atau psikososial yang mengakibatkan menurunya gairah seksual, sehingga perbedaan kedua pasangan itu menjadi terlalu mencolok.
Faktor fisik dapat dibagi dalam tiga bagian, di antaranya adalah, penyakit yang menyebabkan timbulnya gangguan hormon, penyakit-penyakit yang bersifat umum, dan obat-obatan.

Penyakit yang menimbulkan gangguan hormon di antaranya, Kallman's syndrome, Klinefelter's syndrome, dan Hyperprolactinemia. Penyakit-penyakit umum, misalnya, radang hati menahun, gagal jantung, dan TBC, di samping penyakit-penyakit lain yang kadang-kadang dapat juga mengakibatkan menurunnya dorongan seksual, seperti kurang darah, kadar gula yang rendah dalam darah, dan peradangan pada prostat.

Selain itu pengaruh alkohol dan obat-obatan terlarang, estrogen dan antiandrogen bagi pria juga mempengaruhi menurunnya tingkat dorongan seksual. Obat-obatan yang menurunkan tingkat dorongan seksual di antaranya obat tekanan darah tinggi, marijuana, dan obat antialergi. Kesemuanya inilah yang mengakibatkan perbedaan dorongan seksual setiap orang yang sudah berpasangan dan menikah.

Jemu, tidak percaya, dan hilangnya daya tarik fisik juga ikut andil dalam hal ini. Keadaan ini menurunkan dorongan seksual pada pasangannya itu, tapi tidak dengan yang lain, misalnya suami tidak lagi bergairah dengan istrinya, tapi dorongan seksualnya tinggi sekali dengan wanita lain, dan begitupun sebaliknya dengan wanita.

Pengalaman seksual setiap orang sebelumnya sangat berpengaruh besar terhadap dorongan seksual. Kalau pengalaman sebelumnya berbekas indah, maka dengan sendirinya dorongan seksual mudah bangkit karena ingin merasakan kembali pengalaman yang menyenangkan itu.
Sebaliknya, bila hubungan seksual meninggalkan memori yang tidak menyenangkan atau bahkan menyiksa, bukan mungkin seseorang akan tertekan, hilangnya dorongan seksual, apalagi sampai membuahkan trauma, bisa jadi akan hilang sama sekali.

Banyak istri yang gagal mencapai orgasme, hingga tidak mendapatkan kepuasan seksual. Bila keadaan ini sampai berlangsung lama, maka tidak jarang dari mereka yang menolak melakukan hubungan seksual, atau bahkan menolak setiap bentuk aktivitas seksual. Mereka akan senang jika pasangan, terlebih lagi, suami mereka, tidak melakukan sentuhan yang mengarah ke aktivitas seksual, dan parahnya lagi, setiap sentuhan pasangan akan dirasakan geli atau bahkan menjijikkan, bukan terasa erotik dan sensasional lagi.

Cara mengatasi hal ini, pertama kali kita harus mencari akar masalahnya dan menyingkirkannya. Namun, tentu saja usaha itu tidak semudah yang diinginkan, karena banyak penyakit menahun yang tidak bisa diatasi dengan memuaskan, demikian pula dengan usaha mengatasi faktor-faktor psikoseksual yang ada, tidak selalu berjalan mulus.

Karena itu dibutuhkan saling komunikasi dan pengertian yang besar sekali untuk mengatasi masalah ini. Dengan begitu, pihak yang memiliki tingkat gairah seksual yang lebih besar akan lebih mengerti dan bijak mengenai penolakan pasangannya. Jangan sekali-kali memperburuk keadaan dengan menduga-duga hal yang tidak benar. Sebagai pasangan yang baik, Anda harus tetap memikirkan kepentingan seksual pasangan Anda.

Hal ini dapat dipenuhi tanpa harus memaksakan diri untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan Anda itu. Dan, bagi Anda yang memiliki dorongan seksual yang lebih rendah sekiranya dapat melakukan cara pemuasan lain, seperti melakukan masturbasi untuk pasangannya, atau cara yang lain lagi. Tentu saja, hal ini harus disepakati terlebih dahulu oleh kedua belah pihak.

Dengan demikian dorongan seksual dua orang yang berbeda tetap terpenuhi, walaupun tidak seperti biasa. Adapun pihak yang memiliki dorongan seksual yang rendah tidak sedih, marah, dan bahkan tersiksa jika harus melakukan hubungan seksual yang tidak seperti biasanya, apalagi yang tidak begitu ia inginkan dan tidak ia sukai.

Sekali lagi, Anda berdua harus menekankan komunikasi sebagai alat pemersatu. Yaitu dengan bersikap terbuka. Jangan ambil resiko lain yang akhirnya dapat memecah hubungan Anda berdua. Karena hal ini akan sangat membantu keberhasilan penanganan masalah, yang acapkali memerlukan waktu, pengertian dan kesabaran panjang.

No comments:

Post a Comment